Goresan Pena

Jumat, 24 Juni 2011

Renungan Kehidupan

RENUNGAN........

Setelah  sholat malam…, ditengah keheningan malam…coba diri ini merenung…tentang :  1.Kepala kita! Apakah ia sudah kita tundukkan, rukukkan dan sujudkan dengan segenap kepasrahan seorang hamba yang  tiada daya di hadapan Allah Yang Maha Perkasa, atau ia tetap tengadah dengan segenap keangkuhan, kecongkakan dan kesombongan seorang manusia?  2. Mata kita! Apakah ia sudah kita gunakan untuk menatap keindahan dan keagungan ciptaan-ciptaan Allah Yang Maha Kuasa, atau kita gunakan untuk melihat segala pemandangan dan kemaksiatan yang dilarang?  3. Telinga Kita! Apakah ia sudah kita gunakan untuk mendengarkan suara adzan, bacaan Al Qur’an, seruan kebaikan, atau kita gunakan utk mendengarkan suara-suara yang sia-sia tiada bermakna?  4. Hidung Kita! Apakah sudah kita gunakan untuk mencium sajadah yang terhampar di tempat sholat, mencium anak-anak tercinta serta mencium kepala anak-anak yatim piatu  yang sangat kehilangan kedua orangtuanya dan sangat mendambakan cinta bunda dan ayahnya?  5. Mulut kita! Apakah sudah kita gunakan untuk mengatakan kebenaran dan kebaikan, nasehat-nasehat bermanfaat serta kata-kata bermakna atau kita gunakan untuk mengatakan kata-kata tak berguna dan berbisa, mengeluarkan tahafaul lisan alias penyakit lisan seperti: bergibah, memfitnah, mengadu domba, berdusta bahkan menyakiti hati sesama?  6. Tangan Kita! Apakah sudah kita gunakan utk bersedekah kepada dhuafa, membantu sesama yang kena musibah, membantu sesama yang butuh bantuan, mencipta karya yang berguna bagi ummat atau kita gunakan untuk mencuri, korupsi, menzalimi orang lain serta merampas hak-hak serta harta orang yang tak berdaya?  7. Kaki Kita! Apakah sudah kita gunakan untuk melangkah ke tempat ibadah, ke tempat menuntut ilmu bermanfaat, ke tempat-tempat pengajian yang kian mendekatkan perasaan kepada Allah Yang Maha Penyayang atau kita gunakan untuk melangkah ke tempat maksiat dan kejahatan?  8. Dada Kita! Apakah didalamnya tersimpan perasaan yang lapang, sabar, tawakal dan keikhlasan serta perasaan selalu bersyukur kepada Allah Yang Maha Bijaksana, atau di dalamnya tertanam ladang jiwa yang tumbuh subur daun-daun takabur, biji-biji bakhil, benih iri hati dan dengki serta pepohonan berbuah riya?  9. Perut kita! Apakah didalamnya diisi oleh makanan halal dan makanan yang diperoleh dengan cara yang halal sehingga semua terasa nikmat dan barokah. Atau didalamnya diisi oleh makanan yang diperoleh dengan cara yang tidak halal, dengan segala ketamakan dan kerakusan  kita?  10. Diri kita! Apakah kita sering tafakur, tadabur, dan selalu bersyukur atas karunia yang kita terima dari Allah Yang Maha Perkasa?  Wallahu’alam bishshawab wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Gusti Allah Tidak Ndeso

"GUSTI ALLAH TIDAK NDESO"
Gusti Allah Tidak “nDeso”
Oleh: Emha Ainun Nadjib

Suatu kali Emha Ainun Nadjib ditodong pertanyaan beruntun.
“Cak Nun,”
kata sang penanya, “misalnya pada waktu bersamaan
tiba-tiba sampeyan
menghadapi tiga pilihan, yang harus dipilih salah satu:
pergi ke masjid untuk
shalat Jumat, mengantar pacar berenang, atau mengantar
tukang becak miskin ke
rumah sakit akibat tabrak lari, mana yang sampeyan pilih?”
Cak Nun menjawab lantang, “Ya nolong orang kecelakaan.”
“Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang?” kejar si
penanya.
“Ah, mosok Allah ndeso gitu,” jawab Cak Nun. “Kalau saya
memilih
shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak
ngajak-ngajak, ” katanya
lagi. “Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga
orang yang
memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi.
Bagi kita
yang menjumpai orang yang saat itu juga harus
ditolong, Tuhan tidak
berada di mesjid, melainkan pada diri orang yang
kecelakaan itu.
Tuhan mengidentifikasikan dirinya pada sejumlah orang.
Kata Tuhan: kalau engkau
menolong orang sakit, Akulah yang sakit itu. Kalau engkau
menegur orang yang
kesepian, Akulah yang kesepian itu.Kalau engkau memberi
makan
orang kelaparan, Akulah yang kelaparan itu.
Seraya bertanya balik, Emha berujar, “Kira-kira Tuhan suka
yang mana dari tiga
orang ini. Pertama, orang yang shalat lima waktu, membaca
al-quran, membangun
masjid, tapi korupsi uang negara.
Kedua, orang yang tiap hari berdakwah, shalat, hapal
al-quran, menganjurkan
hidup sederhana, tapi dia sendiri kaya-raya, pelit, dan
mengobarkan semangat
permusuhan.
Ketiga, orang yang tidak shalat, tidak membaca al-quran,
tapi suka beramal,
tidak korupsi, dan penuh kasih sayang?”
Kalau
saya, ucap Cak Nun, memilih orang yang ketiga. Kalau
korupsi uang negara,
itu namanya membangun neraka, bukan membangun masjid.
Kalau korupsi uang
rakyat, itu namanya bukan membaca al-quran, tapi
menginjak-injaknya. Kalau
korupsi uang rakyat, itu namanya tidak sembahyang, tapi
menginjak Tuhan. Sedang
orang yang suka beramal, tidak korupsi, dan penuh kasih
sayang, itulah orang
yang sesungguhnya sembahyang dan membaca Al-Quran.
Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat
shalatnya. Standar
kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya
dia hadir di kebaktian
atau misa. Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output
sosialnya : kasih
sayang sosial, sikap demokratis, cinta kasih, kemesraan
dengan orang lain,
memberi, membantu sesama.
Idealnya, orang beragama itu seharusnya memang mesti
shalat, ikut misa, atau
ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan
memiliki
perilaku yang santun dan
berkasih sayang.
Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah
sikap. Semua agama
tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih
sesama. Bila kita
cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi ke kebaktian,
ikut misa, datang ke
pura, menurut saya, kita belum layak disebut orang yang
beragama. Tetapi, bila
saat bersamaan kita tidak
mencuri uang negara, meyantuni fakir miskin, memberi makan
anak-anak terlantar,
hidup bersih, maka itulah orang beragama.
Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan dari
kesalehan personalnya,
melainkan diukur dari kesalehan sosialnya. Bukan kesalehan
pribadi, tapi
kesalehan sosial. Orang beragama adalah orang yang bisa
menggembirakan
tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati
orang lain, meski beda
agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan
social pada
kaum
mustadh’afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan
tidak mengambil yang
bukan haknya.
Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan
jiwa sosial tinggi.
Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid,
sementara beberapa
meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan. ~

Kamis, 09 Juni 2011

Teologi Cinta


Teologi Cinta Rasulullah SAW.


السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
اِنَّ الحَمْدَللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ. نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِن سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، ٍمَنْ يَهْدِهِ الله ُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِكَ لَهُ، وَاَشْهَدُ اَنَّ محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا محَمَّدٌ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانِ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اُصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى : يَا أَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا الله َ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى : يَاأَ يُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِى خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقوْا اللهَ الَّذِيْ تَسَائِلُوْنَ بِهِ وَالأَرْحَامَ اِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
Warga Binaan Yang di muliakan Allah…
Dalam suasana keceriaan dan kebahagiaan ini, marilah kita pupuk keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. dan Rasulnya Muhammad SAW. dengan jalan tetap menjaga syari’at dan mengimplementasikannya dalam hidup dan kehidupan. Menjalankan segala perintah – Nya dan menjauhi larangan – Nya, berakhlakul karimah, senantiasa beramar ma’ruf nahi mungkar dengan penuh kasih sayang.
Artinya : “Tidaklah aku mengutus Engkau wahai Muhammad, kecuali untuk merahmati semesta alam.” (Qs. Al Anbiya’ : 107)
Tentulah bukan karena sekedar kebetulan, atau bahkan hal yang diangtgap wajar, bila ternyata Allah SWT. mengutus Nabi Muhammad SAW. dan agama yang dibawanya merupakan “Rahmat”, merupakan kasih sayang bagi semesta alam. Siapapun yang mempelajari Sirah Nabi SAW., akan dengan mudah menemukan bukti hikmah-hikmah kasih sayang Islam.
Kasih sayang bisa dengan mudah anda temui dalam kehidupan sehari-hari sang Rasul SAW. baik sebagai bapak dan suami dalam lingkungan keluarga, sebagai saudara di lingkungan handai taulan, sebagai teman di kalangan sahabat, sebagai guru diantara para murid maupun sebagai pemimpin di kalangan umat, bahkan sebagai manusia di tengah-tengah makhluk Allah yang lain.
Jemaah Jum’at yang di rahmati Allah ……….
Dalam surat Al-Taubah ayat 128 Allah Ta’ala mensifati Nabi Muhammad SAW. dengan beberapa sifat yang kesemuanya merupakan penggambaran akan besarnya kasih sayang beliau, ayat itu berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Benar-benar telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri, yang terasa berat baginya penderitaan kalian, penuh perhatian terhadap kalian, dan terhadap orang-orang mukmin sangat pengasih lagi penyayang.”
Dalam ayat itu disebutkan bahwa; Rasulullah SAW. adalah orang yang “Aziezun ‘Alaihi Maa ‘Anittum”, yang merasakan betapa berat melihat penderitaan kaumnya dan “Hariesun ‘Alaikum”, yang sangat mendambakan keselamatan kaumnya; dan “Rauufur Rahiem”, pengasih lagi penyayang terhadap orang-orang yang beriman.
Penderitaan kaumnya terasa berat sekali bagi Rasulullah SAW. baik penderitaan itu dialami di dunia maupun – apalagi – di akhirat kelak. Oleh karena itu Rasulullah SAW. begitu “Hariesh” penuh perhatian, dan sangat mendambakan keselamatan kaumnya – umat manusia – jangan sampai menderita. Dan hal ini dapat dilihat dari sikap dan sepak terjang beliau dalam kehidupan dan perjuangannya : Bagaimana beliau menyantuni dan menganjurkan penyantunan terhadap kaum dhu’afa’, bagaimana beliau menegakkan dan menganjurkan penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia, bagaimana beliau berperangai dan menganjurkan untuk berakhlakul karimah, bagaimana beliau tak henti-hentinya melakukan dan menganjurkan “Amar Ma’ruf Nahi Mungkar”, dan seterusnya dan sebagainya.
Khusus tentang Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, bahkan menjadi ciri dan tugas Nabi, juga diharapkan menjadi ciri ummatnya, Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, apabila dicermati, kiranya memang merupakan pengejawentahan dari keinginan Nabi atas keselamatan umat manusia, agar tidak menderita, yang bersumber dari dan didorong oleh kasih sayang itu pula. Bahkan, boleh jadi hanya orang yang mempunyai rasa kasih sayang dan memahami Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar hampir tidak bisa dibayangkan berjalan dan apalagi membudaya dalam masyarakat yang tidak saling menyayangi dan mengasihi. Maka tidaklah mengherankan bahwa, sebagai pemimpin, Nabi Muhammad SAW. sangat ditaati, karena dan dengan kasih sayang, bukan ditaati karena ditakuti dan dengan kebencian atau keterpaksaan.
Jadi kasih sayang Allah yang mewujud di dalam firman – Nya, perintah dan larangan – Nya, dalam semua ajaran – Nya Nabilah yang membawanya – melalui kepribadiannnya yang pengasih dan penyayang ke dalam kehidupan umat manusia, atau boleh juga dikatakan; apabila Islam merupakan kasih sayang Allah, maka Nabi Muhammad SAW. merupakan “bentuk kongkrit” dari Islam itu sendiri.
Warga binaan yg berbahagia …….
Sangat menarik untuk kita cermati sebuah kisah penuh hikmah; ketika Sayyidaatinaa Aisyah ra. ditanya tentang suaminya Nabi Muhammad SAW. jawabannya sungguh supel dan fleksibel. “Kaana Khuluquhu Al Qur’an.” (Pekertinya adalah Al Qur’an). Benar-benar cekak aos, singkat tapi penuh makna. Jawaban ini, juga membuktikan tingkat pemahaman yang luar biasa dari putri sahabat Abu Bakar itu terhadap Al Qur’an dan pribadi Nabi Muhammad SAW. maklum dia adalah murid sekaligus istri kinasih Nabi.
Lebih kongkritnya; semua anjuran, perintah dan perilaku terpuji dalam Al Qur’an seperti : Taqwa, amal saleh, menegakkan kebenaran, memerangi kelaliman, membela kaum lemah, adil, berbudi, jujur, berkata benar, amar ma’ruf nahi mungkar dan seterusnya. Nabi Muhammad lah yang pertama-tama secara Istiqomah melaksanakannya. Dan, semua larangan, pantangan, dan hal-hal buruk yang dikecam Al Qur’an seperti syirik, mengkufuri nikmat, membunuh, mencuri, zina, kikir, dengki, tamak, serakah, berdusta, menghina sesama, dan hal-hal lain yang merendahkan martabat kemanusiaan. Nabi Muhammadlah yang pertama-tama dan secara istiqomah menjauhinya.
Maka tidaklah aneh, apabila kemudian sebagai pemimpin, Nabi Muhammad SAW. begitu ditaati dengan sebab kasih sayangnya, bukan karena terpaksa. Mengapa demikian ? Sebagai pemimpin beliau menganjurkan, tapi sekaligus mencontohkan pengamalan anjurannya. Beliau yang melarang dan mencontohkan menjauhi larangannya. Sudah sedemikiankah sikap para tokoh agama dan pemimpin kita ? bila jawabannya belum, janganlah berharap banyak atas terwujudnya “ketaatan” dari yang dipimpinnya.
Pada waktu perang Khondak misalnya, kesediaan para sahabat sekalipun dalam keadaan yang sulit, lapar dan dahaga, dibawah terik matahari, mereka menggali parit atas perintah nabi, dengan penuh semangat. Ini tentu juga disebabkan oleh karena sang pemimpin tidak sekedar memerintah, melainkan ikut bahkan mengawali, mencontohkan bahkan ikut membantu pelaksanaan perintahnya itu.
Jemaah Jum’at yang di muliakan Allah ……
Dalam masalah ibadah, nabi Muhammad Saw juga senantiasa menjaga agar umatnya tidak merasa terberati dan menganjurkan agar tidak memberatkan mereka. Nabi yang suka dan dalam rangka menganjurkan – menyikat gigi misalnya, beliau bersabda dengan ungkapan :
لولا ان أشقّ على امّتى لأ مرتهم بالسّواك عند كلّ صلاة
Artinya : “Seandainya Aku tidak khawatir memberatkan umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka menyikat gigi setiap kali hendak melakukan sholat”.
“Shalat malam” kita ketahui merupakan ibadah rutin Nabi Muhammad Saw di malam hari. Mula-mula nabi melakukannya di Masjid, namun ketika banyak orang mengikuti jejaknya, beberapa malam kemudian nabi tidak keluar lagi melakukan sholat malam ke masjid. Menurut hadits shahih, ini dikarenakan Nabi khawatir shalat itu menjadi wajib dan memberatkan. Ketika Mu’ad Bin Jabal seorang sahabat dekat Nabi, dilaporkan terlalu panjang membaca bacaan-bacaan shalat saat menjadi imam, nabi Muhammad “memarahinya”. “dibelakangmu terdapat orang tua, dan orang-orang yang mempunyai keperluan”, sabda Nabi Muhammad memberi penjelasan. Dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lain yang dapat anda baca dalam “shirah” sejarah perjalanan hidup nabi Muhammad Saw.
Dan anda tentu pernah mendengar sabda Nabi Muhammad yang luar biasa ini : “Barang siapa meninggal dan meninggalkan warisan, maka ahli warisnyalah yang berhak atas warisan itu, namun bila menanggung hutang, akulah yang menanggungnya”.
Juga sabda nabi Muhammad : “Yassiru walaa tu’assiruu”
Artinya : “Buat mudahlah kalian, dan jangan mempersulit”.
Hadits-hadits ini lebih memperjelas betapa Nabi Muhammad Saw memang tidak suka memberatkan dan membebani umatnya.
Pada ayat lain yang ditujukan kepada Nabi, Allah SWT menegaskan dalam firman-Nya ; QS. Ali – Imran :159 :
Artinya : “Maka dengan rahmat dari Allah, engkaupun lemah lembut terhadap mereka – umatku. Sekiranya engkau keras dan berhati kasar, niscaya mereka akan lari dari padamu. Maka maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka. Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan ini (urusan perjuangan dan urusan duniawi lainnya). Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekadmu maka bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadanya”.
Nah, apabila ayat-ayat Al-Qur’an di atas, dan beberapa hadits yang mendukungnya kita gabung, kita akan memdapatkan “Profil Pribadi Pemimpin Yang Agung” yang bercirikan : tidak tahan melihat penderitaan umatnya, sangat menginginkan keselamatan dan kebahagiaan ummatnya, sangat mengasihi dan menyayangi umatnya, lemah lembut kepada umatnya, mau bermusyawarah dan bertawakkal kepada Allah SWT. setelah membulatkan tekadnya.
Dari kepribadian Rasulillah Saw. inilah, bagi para pewarisnya, dan kaum muslimin yang beriman diharapkan dapat meneruskan membawa kasih sayang illahi itu, kepada semesta alam. Bukankah Allah sendiri berfirman kepada Nabi Muhammad SAW :
Artinya : “Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah jejakku; niscaya Allah mengasihi kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Ali Imran : 31)
Maha Benar Allah dengan segala firmannya. Wallohu a’lam
بَارَكَ الله ُ لِى وَ لَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الاّ َيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ، فَاسْتَغْفِرُ الله َالْعَظِيْمَ لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَ الْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَالْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
الخطبة الثانية
اِنَّ الحَمْدَللهِ حَمدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ فَانْتَهُوا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَحَذَّرَ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ الله الوَاحِدُ القَهَارُ، وَاَشْهَدُ اَنَّ محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ.
قَالَ الله ُ تَعَالَى فِى كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَا.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا محَمَّدٌ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا محَمَّدٌ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا محَمَّدٌ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا محَمَّدٌ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ. إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالاَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى. رَبَّنَا هَبْلَنَا مِنْ أَزْوَجِنَا وَزُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. رَبَّنَا اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَكَفِّرْعَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الاَبْرَارِ. رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.عِبَادَالله : إِنَّ اللهَ يَأمُرُكُمْ بِالعَدلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَآئِ ذِى القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشَآءِ وَالمُنْكَرِ وَالبَغْىِ يَعِظُكُمْ لَعَلَكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا الله َ العَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُهَ مِنْ فِضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُاللهِ أَكْبَرُ.